"Tagak Manjago Gunuang Marapi
Jauah Mancaliak Gunuang Singgalang
Oi Rang Banyak Kami Mananti
Nagari Sariak Samo Kito Jalang"

Nagari Sariak

Kec. Sungai Pua . Kab. Agam . Sumatera Barat

Deskripsi Singkat

Halo

Nagari Sariak

Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam
  • Nagari Sariak berada di Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat. Luas Nagari: 9,74 Km2 atau 25,76 % dari luas wilayah Kecamatan Sungai Pua.

  • Berjarak 2 Km dari ibu kota kecamatan, 90 Km dari ibu kota kabupaten dan 110 Km dari ibu kota provinsi.

  • Nagari Sariak berpenduduk 2.154 jiwa (2017) terdiri dari 1.046 laki-laki dan 1.108 perempuan.

  • Lambang dari Nagari Sariak tentu saja memiliki artinya tersendiri

Galeri Nagari

Topografi

‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎

Nagari Sariak mempunyai topografi yaitu kemiringan, ketinggian dan morfologi daratan, wilayah pegunungan, dataran tinggi dan dataran rendah. Nagari Sariak terletak pada daerah relatif yang bergelombang dan berbukit yang memiliki kemiringan tanah yang berkisar antara 5-25%. Dan Nagari Sariak terletak pada ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut..

Pertanian

‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎

Penggunaan lahan di Nagari Sariak didominasi oleh areal pertanian (sawah/ladang). Adapun jenis tanaman yang biasa ditanam adalah padi, jagung, cabe, tomat dan sayur-sayuran seperti: wortel, sawi, kol, kubis, buncis, brokoli dan sayuran lainnya. Dan hasil pertanian biasanya di jual di pasar terdekat seperti Pasar Koto Daru dan Pasar Padang Luar. Selain itu banyak ditanam pohon bambu yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan dan diperjualbelikan.

Agama

‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎

Penduduk Nagari Sariak seluruhnya memeluk Agama Islam dan sesual dengan Perda Nomor 05 tahun 2005, setiap anak yang melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi harus bisa membaca Alqur'an apalagi dengan perkembangan zaman sekarang ini yang banyak dipengaruhi oleh budaya luar, akan banyak memberikan efek negatif bagi moral dan aqidah generasi muda yang ada di Nagari Sariak.

Yang Sering Di Akses

‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎

7 Jorong Nagari Sariak

Pandam

218,51 Ha

Wali Jorong : Taslim

736 Jiwa dengan 198 KK

Suntiang

94,27Ha

Wali Jorong : Maizul

244 Jiwa dengan 67 KK

Pasa Kubang Tabek

78,15 Ha

Wali Jorong : Midro

505 Jiwa dengan 138 KK

Dadok

38,30 Ha

Wali Jorong : Afrizul

167 Jiwa dengan 60 KK

Baruah Mudiak

27,43 Ha

Wali Jorong : Joni Saputra

301 Jiwa dengan 80 KK

Lukok

38,15 Ha

Wali Jorong : Joni Ismail

263 Jiwa dengan 90 KK

Sariak Ateh

79,31 Ha

Wali Jorong : Romi Wahyudi

35 Jiwa dengan 9 KK

Sumber : Tim Pendata Nagari Sariak 2021

Sejarah

Sejarah Singkat Nagari Sariak

‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎


  Dikutip dari profil Nagari bahwa masyarakat Sariak menurut keterangan orang tua-tua bersamaan dengan masuknya nenek moyang orang Minangkabau dapat diperkirakan waktu kedatangannya yaitu sekitar abad ke 15. Hal ini ada baiknya dikutip dari apayang dikatan berdasarkan tambo

“Dek lamo baka lamoan, nampaklah gosong dari lauik, yang sagadang talua itiak, sadang dilamun ombak. Dek lamo baka lamoan aia lauik basentah turun, nan gosong lah basentah naiak, dek dareklah sarupo paco, namun kaba nan baiak kian lorong kapado niniak kito, lah mandarek maso itu iyo dipuncak gunuang marapi. Dari mano titiak palito, dari telong nan barapi, dari mano asa niniak kito dari puncak gunuang marapi".

  Berasal dari daerah Pagaruyung Batusangkar. Meraka datang dengan tujuan untuk memperluas wilayah Pagaruyung. Orang Pagaruyung tersebut berjalan ke barat bersama dengan niniak mama Datuak Tumangguang dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Sekelompok masyarakat tersebut sampai kira-kira di Lereng Gunung Merapi. Hasil penglihatan tersebut menurut pendapat mereka ada sumber kehidupan di daerah itu. Maka mereka menelusurinya, sampailah di sebuah tempat dimana mereka menemui serumpun Batang Sariak. Batang sariak tersebut memiliki "miang" yang jika tersentuh maka akan menyebabkan gatal-gatal di kulit. Mereka yang dalam perjalan tersebut juga membersihkan batang sariak yang terkadang menghalangi jalan mereka, kemudian kelompok masyarakat tersebut mengalami kegatal-gatalan sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke sebuah kolam yang telah mereka temui sebelumnya untuk membersihkan badan yang kena miang tersebut, yang sampai sekarang kolam itu msih ada yang di kenal dengan Tabek Sariak. Setelah selesai mandi, sekelompok masyarakat tersebut mengadakan rapat dan dihasilkan kesepakatan bahwa daerah yang mereka temui itu diberi nama dengan SARIAK pada abad ke-15.

Jorong Baruah Mudiak, Nagari Sariak

Rumah panjang ini diperkirakan hadir di Nagari Sariak pada tahun 1700-1800an. Umur dari rumah panjang ini hingga saat ini telah mencapai 323-324 tahun. Pemiliknya merupakan Rang Sikumbang Sariak dan keluarga dari Datuak Rang Kayo Gadang

Jorong Sariak Ateh, Nagari Sariak

Menhir yang berlokasi di Sariak Ateh, Nagari Sariak ini berdiri tegak di tengah-tengah ladang atau kebun warga. Menhir ini diperkirakan memiliki panjang kurang lebih 2 Meter menjulang ke atas. Selain itu juga menhir ini memiliki lebar kurang lebih 1 Meter. Diperkirakan juga menhir ini lebih panjang dari yang terlihat, karena yang terlihat hanya bagian atas saja,

Jorong Sariak Ateh dan Pasa Kubang

Selain menhir, di nagari ini juga terdapat beberapa batu lasuang dengan ukuran yang besar dan terlihat kokoh. Batu Lasuang juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan dan aktivitas masyarakat urang saisuak (dalam seseorang yang sudah tua dan sudah sangat lama sekali atau orang yang hidup pada zaman dahulu) di Nagari Sariak.

Jorong Baruah Mudiak

Batu kacio ini diyakini merupakan bekas tusukan pelampiasan amarah seseorang. Konon katanya pada masa itu terdapat dua orang yang tengah berkonflik dan tidak diketahui dengan pasti penyebab dari permasalahan tersebut. Seorang masyarakat berspekulasi bahwa pertengkaran itu bisa jadi disebabkan oleh masalah keluarga dan pembagian harta wilayah.

Mesjid Syuhada

Sejak 1800an

Jorong Pasa Kubang

Masjid syuhada juga merupakan salah satu mesjid tua yang ada di Nagari Sariak. Masjid syuhada memiliki keunikan dalam wujud arsitekturnya yang tidak seperti masjid-masjid pada umumnya. Salah satu hal paling menarik untuk dibicarakan adalah mengenai arsitektur Masjid Syuhada.

Jorong Pasa Kubang, Nagari Sariak

Batu lainnya yang ada di Nagari Sariak adalah batu manangih. Batu ini terletak di jorong Pasa Kubang. Masyarakat memberikan nama batu manangih karena batu ini terus mengeluarkan air di satu titik yang sama. Jalan daerah dimana batu manangih ini berada juga dinamakan sebagai jalan batu manangih.

Jorong Pasa Kubang, Nagari Sariak

Medan nan bapaneh cancang 16 atau lebih dikenal dengan nama guguak laweh merupakan balai atau tempat bersidang para pemimpin adat di alam terbuka. Medan nan bapaneh berasal dari dua kata, yaitu medan dan bapaneh. Medan berarti area dan bapaneh berarti panas. Medan nan bapaneh cacang 16 merupakan suatu area atau tempat yang terbuka dan berpanas yang digunakan sebagai tempat rapat para penghulu yang ada di Luhak Agam yang terdiri dari 16 Koto.

Jorong Pasa Kubang, Nagari Sariak

Nagari Sariak Mempunyai tugu perlawanan yang dinamakan sebagai Tugu Perang Panta. Tugu Perang Panta yang diresmikan pada tahun 2018 ini merupakan tugu yang dibuat dengan tujuan untuk mengenang usaha dan semangat pemuda Sariak untuk melawan Belanda. Tugu Perang Panta berlokasi strategis kerena berbatasan langsung dengan Nagari Sungai Pua.

Jorong Tabek Sariak, Pasa Kubang, Baruah Mudiak, Dadok dan Pandam

Berdasarkan hasil pendataan cagar budaya di Kecamatan Sungai Pua yaitu di Nagari Sariak diperoleh sekitar 49 bangunan dengan arsitektur kolonial. Bangunan tersebut tersebar di beberapa jorong yang ada di Nagari Sariak dimulai dari jorong Tabek Sariak, jorong Pasa Kubang, jorong Baruah Mudiak, jorong Dadok dan jorong Pandam. Rata-rata pembangunan rumah dengan arsitektur kolonial antara rentang tahun 1920-1935.

Berita Terbaru

Rumah Arsitektur Kolonial di Nagari Sariak

             Nagari Sariak merupakan bekas kawasan pemukiman Belanda. Dengan begitu tidak heran jika terdapat banyaknya perumahan yang memiliki aristektur bergaya kolonial. Keberadaan Belanda di Nagari Sariak memiliki lokasi yang cukup strategis dengan uadara yang sejuk di daerah ketinggian, yang sangat cocok untuk mendirikan tempat pemukiman engan hamparan pemandangan pegunungan yang indah.

            Besarnya pengaruh Belanda tentunya juga ikut berperan kepada peninggalannya yang kemudian memiliki nilai-nilai yang harus dipertahankan sebagai bukti sejarah di masa lalu. Interaksi orang-orang di Nagari Sariak dengan orang Belanda juga ada pengaruhnya terhadap gaya arsitektur di Nagari sariak. Bangunan yang berada di Nagari Sariak ini memiliki keunikan yang didepan rumahnya terdapat tahun pendirian rumah dan juga adanya tahun perbaikan dari rumah.


Gambar 20. Beberapa rumah dengan arsitektu kolonial

Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id

            Berdasarkan hasil pendataan cagar budaya di Kecamatan Sungai Pua yaitu di Nagari Sariak diperoleh sekitar 49 bangunan dengan arsitektur kolonial. Bangunan tersebut tersebar di beberapa jorong yang ada di Nagari Sariak dimulai dari jorong Tabek Sariak, jorong Pasa Kubang, jorong Baruah Mudiak, jorong Dadok dan jorong Pandam. Rata-rata pembangunan rumah dengan arsitektur kolonial antara rentang tahun 1920-1935.

            Selain sebagai wujud kebudayaan, bangunan rumah dengan arsitektur kolonial ini juga telah menjadi bukti proses akulturasi kebudayaansetempat dengan kebudayaan Belanda. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah dan material yang digunakan yaitu kapur sebagai semen untuk perekat. Dengan adanya campuran model arsitektur Belanda di Nagari Sariak setidaknya membuat masyarakat mengenal kontruksi bangunan yang lebih kokoh.

Gambar 21. Salah satu bangunan dengan arsitektur kolonial

Sumber : Koleksi Pribadi

            Bangunan dengan arsitektur kolonial ini masih kokoh berdiri hingga sekarang. beberapa bangunan juga sudah dilakukan pemugaran yang mungkin disebabkan oleh kerusakan. Pada gambar 21 diatas merupakan rumuah arsitektur kolonial yang dibangun pada tahun 1927. Papat kita lihat bagaimana gabungan arsitektur kolonial dan minangkabau, dimana pada rumah diatas terdapat 2 rangkiang di depan rumah tersebut. Rangkiang oleh masyarakat Minangkabau berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan padi dan beras. Namun rumah ini sekarang tidak ada yang menempati, tetapi rumah ini masih dalam keadaan terawat karena ada yang menjaganya.

Gambar 22. Rumah arsitektur kolonial yang terbakar

Sumber : Koleksi Pribadi

Tidak sama dengan kondisi rumah sebelumnya, rumah pada Gambar 22 terlihat dengan kondisi menyedihkan. Berdasarkan informasi yang didapat rumah dengan usia 100 tahun ini hangus dilahap oleh api. Diperkirakan ini disebabkan oleh konslet kabel yang terjadi.

 

Gambar 23. Rumah Kolonial yang sudah tida terawat

Sumber : Koleksi Pribadi

Pada Gambar 23 memperlihatkan kondisi rumah kolonial yang sudah tidak terawat. Rumah diatas tidak terawat disebabkan oleh tidak adanya yang menempati rumah tersebut. Sangat disayangkan rumah yang berusia bertahun-tahun itu memiliki kondisi yang menyedihkan sekarang. Dapat dilihat bagaimana loteng-loteng rumah tersebut mulai hancur, serta dinding yang sudah ditutupi oleh lumut.

 

 

Gambar 24. Rumah arsitektur kolonial yang ada di jorong Pandam

Sumber : Koleksi Pribadi

            Masyarakat terlihat nyaman menempati rumah tersebut. Namun beberapa bangunan juga ditemukan dengan kondisi yang menyedihkan. Hal tersebut disebabkan oleh rumah yang ditinggal kosong bertahun-tahun. Mengingat sebagian warga Sariak marantau untuk pengalaman dan kehidupan yang lebih baik. Maka dari itu banyak kita temukan rumaharsitektur kolonial yang terbengkalai karena tidak terawat. 

Tugu Perang Panta


            Nagari Sariak Mempunyai tugu perlawanan yang dinamakan sebagai Tugu Perang Panta. Tugu Perang Panta yang diresmikan pada tahun 2018 ini merupakan tugu yang dibuat dengan tujuan untuk mengenang usaha dan semangat pemuda Sariak untuk melawan Belanda. Tugu Perang Panta berlokasi strategis kerena berbatasan langsung dengan Nagari Sungai Pua.

Gambar 18. Tugu Perang Panta di Nagari Sariak

Sumber : Koleksi A. Syafri, B. A

Dikutip dari tulisan asli sebuah karya ilmiah yang berjudul “ Masalah Perjuangan Rakyat Sariak Melawan Belanda” yang ditulis oleh Yusra D, kemudian di rekonstruksi penulisan yang berjudul “ Perang Panta : sejarah yang terlewatkan”. Pada buku ini dijelaskan bagaimana perjuangan pemuda Sariak melawan penjajahan belanda pada tahun 1949.

Penyerbuan terhadap Belanda dilatarbelakangi oleh rasa benci rakyat Sariak atas tindak dan campur tangan Belanda terhadap wilayah Republik Indonesia yang mana telah memproklamirkan kemerdekaan. Belanda masih berusaha untuk kembali menguasai Indonesia. Pemuda dan pemudi Sariak tidak gentar untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

            Peristiwa ini terjadi karena Belanda dengan asal menembak salah sorang pemuda yang berasal dari Nagari Pua. Diceritakan bahwa pemuda Nagari Sungai Pua baru saja pulang dari tempat pemandian sambil menjinjing sebuah kalenng yang berisi sabun di dalamnya. Pada saat yang bersamaan Belanda sedang melakukan patroli yang dimulai dari Sariak ke Sungai Pua. Para tentara Belanda yang melihat pemuda tersebut secara kejam langsung menembaknya, ini disebabkan oleh pihak Belanda yang berpikir bahwa kaleng yang dibawa pemuda tersebut merupakan granat. Tentara Belanda yang merasa akan adanya ancaman dengan membawa granat oleh pemuda tersebut tanpa berpikir panjang langsung melepaskan pelurunya ke pemuda tersebut. Pemuda yang tidak tahu salahnya dimana itupun berakhir tragis begitu saja.

            Namun disayangkan bahwa pihak dari Sungai Pua sendiri tidak melakukan apa-apa setelah salah satu pemudanya tertembak mati oleh tentara Belanda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rasa takut masyarakat Sungai Pua untuk menghadapi tentara Belanda. Belanda yang pada masa itu dilengkapi oleh senjata modern, sementara Sungai Pua mereka tidak mempunyai apapun untuk membalas kejahatan tentara Belanda. Maka dari itu Sungap Pua memilih untuk tidak melakukan apapun agar tidak terjadi korban lainnya.

            Namun berbanding terbalik dengan pemikiran pemuda pemudi Sariak. Tidak adanya perlawanan balik dari pihak Sungai Pua kepada Belanda membuat pemuda pemudi Sariak marah akan hal  itu. Pemuda pemudi Sariak berkeinginan untuk membalas kekejaman Belanda tersebut. Setelah itu pemuda pemudi Sariak berkumpul untuk menyusun rencana pembalasan kepada tentara Belanda. Persatuan pemuda pemudi Sariak ini dikenal dengan nama Beruang Hitam dan Tengkorak Merapi .

Gambar 19. Lukisan visualisasi Peristiwa Perang Panta

Sumber : Dokumen Kantor Wali Nagari

            Setelah menyusun strategi, pembalasan terhadap tentara Belanda diputuskan dilakukan di daerah perbatasan antara Sungai Pua dan Saria yaitu Panta. Kemudian tibalah waktunya pada tanggal 4 januari 1949 pemuda pemudi memulai aksinya untuk membalas kejahatan Belanda. Perlawanan pemuda  pemudi sariak membuahkan hasil. Mereka berhasil membalas dendam kepada tentara balanda. Di panta inilah tewasnya seorang Perwira Belanda dan anak buahnya di ujung seenjata para pemuda Sariak yang ditambah dengan beberapa orang tentara Sektor III Kompi Naga Jantan dibawah pimpinan M. Samsudin Zakaria yang berpangkat Letnan Satu.

            Penjelasan diatas merupakan latar belakang dibangunnya Tugu Perang Panta ini. Pembangunan Tugu bertujuan agar masyarakat tidak melupakan perjuangan yang dilakukan pemuda pemudi pada zaman itu. Diharapkan juga untuk menjadi bahan pembelajaran bagi generasi sekarang dan yang akan datang.

           

Medan Nan Bapaneh Cancang Lauak 16

 

            Medan nan bapaneh cancang Lauak 16 atau lebih dikenal dengan nama guguak laweh merupakan balai atau tempat bersidang para pemimpin adat di alam terbuka. Medan nan bapaneh berasal dari dua kata, yaitu medan dan bapaneh. Medan berarti area dan bapaneh berarti panas. Medan nan bapaneh cacang 16 merupakan suatu area atau tempat yang terbuka dan berpanas yang digunakan sebagai tempat rapat para penghulu yang ada di Luhak Agam yang terdiri dari 16 Koto. Maka dari itu disebut sebagai medan nan bapaneh cancang lauak 16.


Gambar 16.  Medan Nan Bapaneh Cancang lauak 16 di Nagari Sariak

Sumber : Koleksi A. Syafri Imam, B. A

            Masyarakat Minangkabau dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yaitu dengan cara berpikir demokrasi, begitupun dengan Nagari Sariak. Masyarakat mengedepankan logika dan sistem keterbukaan serta menghargai perbedaan. Dalam hal tersebut, Nagari Sariak menyelesaikan masalah dan bermusyawarah di medan nan bapaneh cancang Lauak 16, 16 Koto yang melatar belakangi Nama tempat tersebut terdiri dari 4 Nagari 16 Kampuang , pada Tahun 1918 merupakan pertemuan terakhir dari 16 Kampuang tersebut menyatakan bahwa 16 kampuang tersebut di sepakati menjadi 16 Nagari, sebagai berikut : 1. Nagari Sariak 2. Nagari Sungai Pua 3. Nagari Batagak 4. Nagari Batu Palano 5. Nagari Sianok 6. Nagari Koto Gadang 7. Nagari Guguak 8. Nagari Tabek Sarojo 9. Nagari Lambah 10. Nagari Panampuang 11. Nagari Biaro 12. Nagari Balai Gurah 13. Nagari Bukik 14. Nagari Kamang 15. Nagari Aua 16. Nagari Parumahan .

            Medan nan bapaneh cancang lauak 16 berada di Tabek Sariak, tepat berada di belakang Mesjid Syuhada. Medan nan bapaneh cancang lauak 16 ini memiliki luas diperkirakan sekitar 21m x 42m, dengan tinggi sekitar 2,5 m dan memiliki empat  tangga untuk naik. yang mana ini menggambarkan empat buah Nagari, Jika berada di medan nan bapaneh cancang lauak 16 kita akan dapat melihat dengan jelas di sebelah barat gunung Singgalang dan di sebelah timur gunung Merapi.

            Medan nan bapaneh cancang 16 di Nagari Sariak digunakan sebagai tempat berdiskusi untuk mengambil sebuah keputusan oleh para penghulu atau datuak yang mewakili setiap kaumnya. Medan nan bapaneh cancang lauak 16 juga dijadikan sebagai tempat diskusi pengangkatan penghulu atau datuak yang baru. Setiap penghulu atau datuak akan duduk melingkar dan memberikan perwakilan suara masyarakat atau kaumnya. Masyarakat tentunya percaya dengan sifat dari perwakilan mereka sehingga keterwakilan tidak mempunyai cacat dalam setiap mewakili aspirasi kaum atau masyarakatnya.

Gambar 17. Para penghulu atau datuak duduk melingkar di Medan Nan Bapaneh Cancang Lauak 16 

Sumber : Koleksi A. Syafri Imam, B. A

Gambar 17 diatas merupakan para penghulu atau datuak yang duduk melingkar untuk suatu kerapatan adat di Nagari Sariak. Dari beberapa pembaca pasti timbul rasa penasaran mengenai hal mengapa rapat adat harus dilakukan di bawah panasnya matahari, kenapa tidak di lakukan di aula. Hal ini bertujuan agar masyarakat juga bisa mendengar apa saja yang dibicarakan selama rapat berlangsung. Masyarakat juga bisa mengetahui keputusan seperti apa yang diambil pada rapat tersebut. Tidak hal yang perlu ditutup-tutupi demi kebaikan kehidupan masyarakat bersama. Oleh karena itu masyarakat percaya terhadap pemimimpin kaum mereka.

Kata Kata Motivasi

Ketahui Lebih Jauh Tentang Nagari Sariak

Kontak